Sejarah Tahlilan - Tradisi selamatan pada awalnya adalah tradisi lokal jawa yang isinya adalah sarat dengan kepercayaan takhayyul dan khufarat seperti sesaji dan pemujaan roh atau danyang dan dewa-dewa sebagaimana tradisi jahiliyah yang disebut "KIFARAT" di masyarakat Arab Jahiliyah
Oleh para wali dan ulama penyebar agama islam di Jawa, tradisi tersebut direvisi secara bertahap dan dikemas menjadi acara selamatan yang berisi tauhid. BAhkan tradisi tersebut digunakan sebagai media dakwah islam dalam tempo -+ 100 tahun dan akibatnya kira-kira 95% penduduk Jawa masuk islam di abad XV.
Agama Hindu yang telah berabad-abad mendominasi Nusantara, yaitu sejak abad ke VI, dalam tempo relatif singkat posisinya digantikan oleh islam. Kesuksesan masuknya Islam tersebut diakibatkan oleh cara dakwah islam yang sanagat persuasif, mengakomodasi kulturatau budaya lokal yang sesuai dengan islam serta merevisi budaya-budaya yang bertentangan dengan islam secara berhati-hati dan bertahap.
Dengan uraian singkat diatas jelaslah bahwa para wali dan ulama pada awal-awal penyebaran islam telah melaksanakan dakwah islam yang sesuai Al Quran :
Q.S An-Nahl Ayat 125
- ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِك
Singkatnya, program pembaharuan, pemurnian agama, serta pemberantasan TBC (Takhayyul, Bid'ah, dan Khurafat) telah dilakukan dengan sangat "cantik" oleh para wali dan ulama kurang lebih 500 tahun yang silam.
Didalam disertasinya untuk meraih gelar doctor di Universitas Nasional Australia yang berjudul "Tradisi Pesantren dan Pandangan Hidup Kyai", Zamakhsyari Dhofir (mantan rektor IAIN Walisongo) dengan tegas menolak pendapat Prof. Dr. Deliar Noor yang mengatakan kurang lebih bahwa "Berdirinya adalah NU untuk melawan gerakan tajdid yang dilakukan oleh Muhammadiyah yang berdiri sejak tahun 1912 karena NU baru didirikan pada tahun 1926, artinya lebih muda dari Muhammadiyah".
"Para Ulama sebelumnya sudah berabad-abad melakukan gerakan pembaharuan dan mereka menggunakan metode dakwah gaya NU yang sangat halus, sehingga mereka yang menjadi obyek dakwah tidak merasa bahwa mereka sedang menjadi sasaran dakwah." Ulas mustasyar NU yang merupakan adik KH. Fakhruddin (Allahuyarhamhu).